Semen Indonesia di Mata Abetnego

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, pada Kamis 23 Februari 2017 lalu menerbitkan izin lingkungan kegiatan penambangan PT Semen Indonesia di Rembang.

Sebelumnya, tahun 2012, Gubernur Jawa Tengah yang saat itu dijabat Bibit Waluyo menerbitkan izin lingkungan penambangan atas nama PT Semen Gresik. Namun pada 5 Oktober 2016, izin tersebut berakhir dengan keputusan PK MA yang menugaskan Gubernur Jawa Tengah mencabutnya. Atas dasar putusan tersebut, Ganjar Pranowo mencabut Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17/2012 Tahun 2012 tanggal 7 Juni 2012 sebagaimana telah diubah oleh Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/30/2016 Tahun 2016 tanggal 9 November 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen dan Pembangunan Serta Pengoperasian Pabrik Semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah.

Tetapi kemudian, izin lingkungan dengan Nomor 660.1/6 Tahun 2017 yang didasari atas hasil rekomendasi dalam sidang Komisi Penilai Amdal (KPA) yang terdiri dari unsur pemerintah, pakar, akademisi perguruan tinggi, LSM, dan masyarakat dan dinyatakan layak berooerasi, nyatanya masih mendapat penolakan dari sekelompok warga yang dimotori Joko Prianto dan Gunretno.

Bila menilik pada 2 keputusan Gubernur tahun 2012 dan 2017 merupakan dua keputusan yang mempunyai objek berbeda. Izin lingkungan Nomor 660.1/6 Tahun 2017 dikeluarkan atas nama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk dengan kapasitas produksi 3 juta ton pertahun dan area tambang seluas 293 hektar yang hanya mampu melakukan eksploitasi sekira 20-30 tahun saja. Ini berbeda dengan izin tahun 2012 atas nama Semen Gresik dengan area tambang seluas 525 hektar dan mampu beroperasi selama 120 tahun. Perubahan tersebut didasarkan pada rekomendasi pakar dalam pertimbangan Majelis Hakim PK MA yang harus mengakomodir poin pembatasan dan tata cara penambangan serta aspke konkrit kebutuhan warga. Dan secara hukum menurut FX Adji Samekto, Ketua Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro,
perusahaan seperti Semen Indonesia yang sebelumnya telah dicabut izin lingkungannya kemudian mengajukan pembaruan kembali tidak dilarang.

Kini, Joko Prianto dan Gunretno semakin membuat kegaduhan di publik menuntut penutupan pabrik PT Semen Indonesia di Rembang. Atas dasar apa?

Kiranya, PT Semen Indonesia tidak perlu repot-repot menambah jam sibuk safari Joko Prianto dan Gunretno apalagi menanggapi kicauan si pembuat film kebohongan. Agak baiknya, Semen Indonesia memberikan waktu luang atau lebih baik lagi memfasilitasi agar mereka punya kesempatan untuk ‘ngeteh bareng’ Abetnego (lagi) di KSP. Barangkali, mantan Direktur Eksekutif Walhi itu, bisa menjelaskan secara lugas Presiden Jokowi tidak perintahkan penutupan pabrik Semen Indonesia. Agar publik juga tahu seperti apa Semen Indonesia di mata Abetnego. Tapi kalau benar memang diperintahkan, boleh dong publik tahu keputusannya, misalnya bentuk kepres, inpres atau apapun namanya yang secara hukum legal. Silahkan! ***


Leave a comment